Rabu, 21 Agustus 2019

Meski Tidak Berarti Salah, Ini Dia Kata-Kata Tidak baku

Mana kata yg benar, analisis atau analisa? Pertanyaan perihal kata yg salah atau mungkin benar begitu sebagai satu diantaranya pertanyaan yg kerap diserahkan pemakai bahasa Indonesia.

Kalau penanya punya maksud tahu bentuk baku serta tidak baku satu kata, pertanyaannya bukan demikian sebab bentuk baku tidak terkait secara benar atau tidaknya satu kata.

Merasa bentuk baku jadi bentuk yg benar serta bentuk tidak baku jadi bentuk yg tidak benar udah berubah menjadi salah kaprah ditengah-tengah orang. Oleh karenanya, saya akan mengatakan problem itu biar tak lagi yg merasa bentuk yg baku jadi kata yg benar, minimal pembaca tulisan ini. Simak Juga : kata baku dan tidak baku

Mana kata yg benar, analisis atau analisa? Kedua-duanya benar. Mana bentuk yg baku? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) , bentuk yg baku yaitu analisa, sedang analisis sebagai bentuk tidak baku.

Walau demikian, analisis tidaklah kata yg salah sebab pun kerap diperlukan oleh penutur bahasa Indonesia. Analisis diserap dari bahasa Belanda, analyse, sedang analisa diserap dari bahasa Inggris, analysis.

Analisis serta analisa udah sesuai mempunyai bentuk sama dengan morfologi bahasa Indonesia. Oleh karenanya, bentuk analisis serta analisa tidak menyimpang prinsip bahasa Indonesia.

Bolehkah bentuk yg tidak baku diperlukan? Bisa, ditambah lagi bentuk tidak baku yg pemakaiannya amat beradu dengan bentuk baku, seperti mesjid (tidak baku menurut KBBI) serta masjid (baku menurut KBBI) .

Pilih kata yg akan diperlukan sebagai hak penutur. Tapi, memanfaatkan kata baku diminta dalam kondisi sah.

Dalam kondisi tidak sah, contohnya perbincangan seharian, tidak ada larangan memanfaatkan kata tidak baku. Keterangan lebih panjang berkenaan kondisi sah serta pemanfaatan bahasa baku akan saya tuliskan dalam peluang lain.

Kembali pada masalah bentuk baku serta tidak baku barusan, pada perkara kata resapan Inggris serta Belanda yg selesai dengan –al (faktor resapan dari bahsa Inggris) serta –il (faktor resapan dari bahsa Belanda) , contohnya, J. S.  Badudu dalam buku Berikut ini Bahasa Indonesia yg Benar (1983) halaman 77 serta 78 beranggapan jika semua kata resapan dalam bahasa Indonesia yg selesai dengan –il harus di ubah mempunyai bentuk berubah menjadi kata yg selesai dengan –al, contohnya strukturil, formal, rasionil berubah menjadi struktural, resmi, rasional—maksudnya, kata resapan berakhiran –al sebagai bentuk baku.

Faktanya, dengan ambil bentuk –al, bukan –il, ada kesejajaran bentuk di antara beberapa kata bentukan yg seasal morfem dasarnya serta mempunyai bentuk lebih seperti. Contohnya, resmi serta kebiasaan lebih bersisihan mempunyai bentuk dibanding formal serta kebiasaan.

Bahasa Indonesia kekinian memanfaatkan kata resapan Inggris serta udah tinggalkan kata resapan Belanda. Meski begitu, sejumlah kata resapan Belanda masih diperlukan sebab sejumlah fakta.

Badudu (1983) mengatakan alasan-alasan itu pada perkara kata yg selesai dengan –il serta –al. Dia beralasan jika jika ada dua bentuk kata yg tidak serupa sebab yg satu selesai dengan –il serta yg satu dengan –al serta tidak serupa juga maknanya, ke dua bentuk itu harus dibiarkan.

Contohnya, kata moril (resapan Belanda, moreel ; dalam bahasa Inggris mental, morally, morale) serta kata mental (resapan Belanda, moraal ; dalam bahasa Inggris mental) tidak serupa maknanya dalam bahasa Indonesia. Pertolongan moril, contohnya, tidak dapat di ubah berubah menjadi pertolongan mental.

Fakta Badudu itu tidaklah permasalahan prinsip, tetapi problem kesesuaian. Jadi, memanfaatkan bentuk strukturil, formal, rasionil sesungguhnya tidak salah pada intinya bahasa Indonesia, tetapi cuma tidak seirama dengan bentuk lain.

Walau demikian, ada pertanyaan penting yang wajib dijawab sebelum memanfaatkan satu bentuk dari dua bentuk : apa fakta pilih suatu bentuk itu? Contohnya, kenapa Anda memanfaatkan strukturil, bukan struktural? Walaupun sebenarnya, sebagian besar penutur bahasa Indonesia sekarang ini memanfaatkan struktural.
Artikel Terkait : implementasi adalah

Jika Anda miliki fakta yg objektif memanfaatkan bentuk satu kata, bukan sekedar fakta ketidaksukaan pada kata baku tanpa ada unsur yang pasti, silahkan gunakan bentuk itu.

Saya memanfaatkan bentuk seperti struktural, resmi, objektif sebab seleras dengan bentuk yang lain, contohnya strukturalisasi, strukturalisme, kebiasaan, formalistis, rasionalitas, rasionalisasi.

Terkecuali itu, saya gak miliki fakta memanfaatkan strukturil, formal, rasionil. Saya pun beranggapan jika kita butuh memanfaatkan bentuk yg baku—tentu saja dalam kondisi resmi—agar searah dengan politik bahasa nasional yg digerakkan pemerintah dalam meningkatkan serta membina bahasa Indonesia berubah menjadi bahasa Indonesia kekinian.

Oleh sebab bahasa Indonesia kekinian memanfaatkan kata resapan Inggris, kata resapan Belanda, seperti analisis, konfrontir, strukturil udah dibiarkan. Walau demikian, saya tidak menuding orang yg memanfaatkan bentuk yg selesai dengan –a (analisis) , -ir (konfrontir) , serta –il (strukturil) sebab bagaimana juga bentuk-bentuk begitu menaruh jejak jika kita sempat amat akrab dalam kata resapan Belanda sebelum kata resapan Inggris membanjiri bahasa Indonesia.

Bagaimana dengan bentuk yg salah? Bentuk yg salah sebagai bentuk yg menyimpang prinsip bahasa Indonesia. Contohnya, shalat. Kata ini mempunyai kandungan deret konsonan /sh/, tapi penggunanya menganggap campuran konsonan.

Jadi, dalam bahasa Indonesia shalat sebagai bentuk yg salah sebab campuran konsonan (melambangkan satu bunyi konsonan) dalam bahasa Indonesia sekarang ini semata-mata /kh/, /ng/, /sy/, /ny/, contohnya pada kata khazanah, keras, bunyi, nyanyi.

KBBI merasa shalat jadi bentuk gak baku dari salat. Untuk saya, shalat sebagai bentuk yg salah, bukan gak baku. Bentuk yg salah yaitu bentuk yg menyimpang prinsip bahasa Indonesia.

Walau demikian, tidak bermakna jika bentuk kata shalat tidak bisa diperlukan. Silahkan gunakan bentuk itu kalau Anda merasa jika salat tidak wakili arti shalat, tapi miringkan tulisannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar