Perkembangan sains serta technologi di jaman kekinian seperti sekarang ini, beresiko pada timbulnya problem-problem baru dalam kehidupan umat manusia, termasuk juga kehidupan keagamaan. Perihal itu diakibatkan lokasi sains udah merambah dalam ranah yg peka , ialah kepercayaan manusia. Perubahan technologi mengenai timbulnya percobaan genetika, bioteknologi memaksakan banyak agamawan mengulas serta berpikir kembali terkait konsep-konsep yg sejauh ini udah dikira mapan.
Sejumlah dekade paling akhir, agama kerap dikonfrontasikan dengan sains atau ilmu dan pengetahuan dalam konsepsi kontemporer atau kekinian. Kerap pun disaksikan dengan cara dikotomis, apa sebagai satu selaras atau pertentangan? Apa benar kalau perubahan kemajuan sains serta technologi dapat berubah menjadi ultimatum untuk agama? Bagaimana kita mesti memperjelas disaat orang beragama begitu curiga, bahkan juga rasakan takut pada sains serta technologi, serta demikian lantas sebaliknya. Banyak banyak saintis serta pakar technologi yg condong menampik agama serta memandangnya jadi suatu hal yg tak sama untuk kehidupan manusia, lebih privat dalam peningkatan sains serta technologi.
Sikap konfrontatif atau keragua-raguan itu, diakibatkan minimnya pengetahuan serta kompetensi semasing perihal yg berlangsung dalam sektor penelitian ilmiah serta apa yg unik untuk monoteisme otentik. Ian G. Barbour dalam bukunya Issus in science and religion menulis terkait perbandingan sistem agama serta sains yg berisi ulasan perihal ; Pertama, kesamaan agama serta sains yg berisi terkait ; pengalaman serta interpretasi, andil populasi serta analogi dan mode.
Ke dua, tersangkut terkait keikutsertaan individu serta iman religious, yg termasuk ulasan keikutsertaan individu serta konsentrasi pucuk, teologi biblikal serta teologi wajar, hubungan Iman (tanggung jawab) serta akal (penemuan) yg saling tak eksklusif, serta tanggung jawab religius serta pertanyaan reflektif. Ke-tiga, terkait Wahyu serta kekhasan yg tersangkut ketergantungan agama samawi pada moment historis, terutama perbandingan terkait interaksi partikularitas serta universilitas menurut teolog, ilmuwan serta sejarawan.
Pada sisi pertama Barbour menuturkan kalau kemiripan sistem di antara sains serta agama sekurangnya ada dalam tiga perihal ialah : dalam interaksi pengalaman serta interpretasi, andil populasi agama serta paradigmanya dan dalam pemanfaatan analogi serta mode. Manusia terdiri atas dua bagian, ialah jasmani serta rohani yg dengan cara automatic ke dua bagian itu punyai kebutuhan-kebutuhan khusus. Kepentingan jasmani dipenuhinya oleh sains serta technologi, dan kepentingan rohani dipenuhinya oleh agama serta moralitas. Seandainya dua faktor itu tercukupi, menurut agama ia bakal berbahagia di dunia serta di akhirat. Bahkan juga agama mengedepankan kebahagiaan rohani lebih penting serta berharga ketimbang kebahagiaan materi.
Simak Juga : Integrasi adalah
Barbour setelah itu menuturkan kalau disaat agama pertama bersua dengan sains kekinian pada zaman ke-17, nyata-nyatanya kedua-duanya nikmati pertemuan itu dengan penuh pertemanan yg erat. Ketika itu, sebagian besar perintis revolusi ilmiah yaitu beberapa orang Kristen patuh yg punyai kepercayaan kalau maksud kerja ilmiah pada intinya yaitu mendalami ciptaan Tuhan. Kemajuan pada zaman ke-18 diwarnai dengan timbulnya sejumlah ilmuwan yg berkeyakinan kalau Tuhan Sang Perancang alam semesta bukan Tuhan yg personal, yg aktif ikut serta dalam kehidupan manusia serta alam semesta.
Dan Pada zaman ke-19, mulai banyak muncul ilmuwan yg meniadakan utamanya agama. Walau Darwin, jadi perintis teori evolusi yg menggemparkan serta berimbas pada krisisnya keyakinan orang pada entitas Tuhan serta agama, tetap masih berkeyakinan kalau proses evolusi kenyataannya yaitu kehendak Tuhan tersebut. Karena itu, pada zaman ke-20 hubungan di antara sains serta agama dengan cara perlahan-lahan alami keragaman bentuk dengan cara dinamis. Penemuan-penemuan baru banyak saintis mengundang tanggapan dari agamawan yg terus mengusahakan membela inspirasi-inspirasi keagamaan classic.
Jadi bentuk tanggapan, sejumlah terus mengusahakan berpedoman pada doktrin tradisionil, akan tetapi sejumlah lain mulai berani tinggalkan kebiasaan lama, dan sejumlah lainnya berinisiatif merangkum kembali rencana keagamaannya dengan cara ilmiah. Menurut Barbour, masuk jaman milenium banyak muncul dengan cara masif animo pada gosip itu di kelompok saintis, teolog, media, serta penduduk umum.
Artikel Terkait : Integritas adalah
Ian Barbour sebagai satu orang saintis Kristiani Barat, setelah itu memetakan rekan sains serta agama ke empat mode : perseteruan, independensi, dialog, serta integrasi. Dalam tipologi konfliknya, Barbour menyaksikan sains serta agama jadi dua perihal yg senantiasa bersebrangan serta berseberangan, sampai tak ada pilihan untuk kita terkecuali menampik agama serta terima sains semuanya, atau sebalikya, terima agama dengan cara keseluruhan serta sambil menampik betul-betul sains. Dalam mode perseteruan ini, salah satunya perihal yg kebanyakan dipertentangkan yaitu di antara materialisme yg diikuti sains dengan supranaturalisme agama atau literasi kitab suci.
Bacalah juga : Surah Al-Ikhlas serta Kelebihannya
Mode ini berpendirian kalau agama serta sains yaitu dua perihal yg tak sekadar tidak sama, namun semuanya berseberangan. Sebab itu, seorang dalam kurun waktu berbarengan tidak bisa bisa beri dukungan teori sains serta menggenggam kepercayaan agama, lantaran agama tak dapat tunjukkan keyakinan serta pandangannya dengan cara jelas, dan sains bisa memberi bukti. Tidak sama perihalnya agama yg mengakui Tuhan tak usah memberikan bukti konkret keberadaannya, sains malahan tuntut pembuktian semua asumsi serta teori dengan realita.
Mode ke dua yaitu Independensi, ialah menyaksikan sains serta agama yaitu dua sektor yg betul-betul tidak sama, memanfaatkan sistem serta bahasa tidak sama, serta kerapkali pun membahas terkait persosalan yg tidak sama. Kalau sains mengusahakan memperjelas data rasional, umum, serta berulang-kali. Sesaat agama berkata terkait soal keberadaan tatanan serta keindahan dunia serta pengalaman seorang seperti pengampunan, arti, keyakinan, keselamatan dan sebagainya.
Mode ke-tiga yaitu mode dialog. Mode ini punya maksud cari padanan atau perbandingan dengan cara metodis serta konseptual di antara agama serta sains, sampai diketemukan padanan serta ketaksamaan di antara kedua-duanya. Usaha ini dilaksanakan melalui langkah cari rencana dalam agama yg mirip atau sama dengan rencana dalam sains atau sebaliknya.
Mode Ke-4 yaitu mode integrasi, yg mengusahakan mengkombinasikan sains serta agama dengan cara utuh. Barbour memberi contoh dirinya sendiri serta sejumlah sarjana Kristen, yg tengah mengusahakan bangun satu “teologi evolusioner”, ialah suatu teologi baru yg dibikin berdasarkan teologi tradisionil akan tetapi udah dibayang-bayangi oleh pandangan dunia yg baru, dimana evolusi alam semesta ataupun evolusi kehidupan di bumi berubah menjadi salah satunya penggerak utamanya.
Dalam mode perseteruan, teori evolusi di pandang mengenyahkan Tuhan. Jadi dalam mode integrasi, evolusi malahan dipandang sebagai salah satunya trik Tuhan membuat alam semesta serta didalamnya. Integrasi di pandang jadi yg paling bagus dalam rekan sains serta agama. Mode ini mengusahakan cari titik bertemu pada persoalan-persoalan yg dikira berseberangan di antara kedua-duanya.
Mengetahui Ulama serta Kiai
Dalam kebiasaan Muslim, diskursus terkait rekan sains serta agama pun alami dinamika yg membahagiakan serta menyakinkan. Bahkan juga tampak gagasan- inspirasi pentingnya penafsiran sains dengan cara Islam lewat apa yg disebut yaitu “Sains Islam”.
Bacalah juga : Mendalami Makna Kafir dengan Simple
Mehdi Golshani umpamanya, dalam bukunya vs terjemahan Indonesia “Melacak Jejak Tuhan Dalam Sains : Ijtihad Islami Atas Sains” mengemukakan kalau inspirasi terkait sains Islam udah tersebar selama tiga puluh tahun paling akhir lebih. Dalam pandangannya, sains Islam yaitu model sains yg di dalamnya banyak pengetahuan terkait dunia fisik yg terdapat dalam pandangan Islam.
Dan dalam pandangan Mulla Sadra, sains serta agama terdapat pada urutan yg begitu selaras, sampai cukup berikan kerangka yang pasti untuk kemajuan penilaian Islam umumnya. Kerangka yg didesain oleh pemikir Islam kelahiran Persia ini, berubah menjadi deskripsi kontras dari kemajuan penilaian Barat, yg condong memposisikan sains serta agama dengan cara konfrontatif, serta bahkan juga perseteruan.
Fethullah Gulen, Cendekiawan Muslim asal Turki melihat ilmu dan pengetahuan serta iman bukan hanya bersesuaian (compatible) namun sama sama lengkapi. Oleh karena itu, dia memajukan analisa ilmiah serta peningkatan technologi buat kebaikan umat manusia
Sejumlah gosip yg dikupas oleh Fethullah Gülen berkenaan interaksi Islam serta sains dalam bukunya The Essentials of Islamic Faith antara lain yaitu ; pertama, interaksi di antara kebenaran ilmiah serta kebenaran agama. Ke dua, pandangan Islam atas pendekatan ilmiah kekinian pada alam semesta. Ke-tiga, pendekatan Alquran pada ilmu dan pengetahuan.
Dalam pandangan Gulen, hingga sekarang ini umat Islam belumlah juga meningkatkan rencana sains dalam arti sesungguhnya, yg berdasarkan pada nilai-nilai Islam serta diformulasi terpenting dari Alquran serta praktik Nabi SAW. Dia menyatakan kalau analisis pembelahan wahyu akal yg sejauh ini dimengerti, sesungguhnya sebagai analisis tidak benar, malahan pertentangan yg selayaknya ada yaitu di antara pandangan sekuler serta religius.
Sains serta kenyataan ilmiah yaitu benar saat bersesuaian dengan Alquran serta hadis. Sains serta agama yaitu dua entitas yg tidak sama jadi sumber pengetahuan serta sumber nilai untuk kehidupan manusia. Walaupun dengan cara filosofis kedua-duanya tidak sama, akan tetapi dengan cara historis sempat dilaksanakan upaya-upaya konsolidatif baik dalam skema kontraproduktif ataupun dalam skema mutualistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar