Sabtu, 09 Februari 2019

Yuk Intip Kalender Tionghoa, Kalender Arab dan Kalender Jawa

Kalender bukan cuma masalah hitung-hitungan hari/tanggal/tahun dan perayaan hari liburnya, bukan juga foto-foto calon legislatif serta janji-janji yg terpampang di halaman mukanya. Dia bersangkutan dengan riwayat serta peradaban, serta masalah politik disaat kalender itu diputuskan.

Kalender Tionghoa memanfaatkan prinsip lunisolar atau kombinasi pada perhitungan perjalanan bulan (lunar) melingkari bumi dan rotasi serta perjalanan bumi melingkari matahari (solar) . Ini sama seperti mode penanggalan Arab pra-Islam, yang pasti sebelum turun Al-Qur’an Surat at-Taubah ayat 36. إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا. . . “Sesungguhnya bilangan bulan disamping Allah merupakan 12 bulan. . . ”.
Baca Juga : angka romawi

Sebab ada ketaksamaan 11 hari dalam tiap-tiap 12 bulan dari dua mode yg berlainan itu (354 lunar serta 365 solar) , karena itu untuk mengatur dengan musim yg ada, ditambahkan 1bulan (bulan ke-13) sepanjang 7 kali dalam 19 tahun. Tiongkok merupakan negara yg masihlah memercayakan bagian pertanian dimana perubahan musim sangatlah penting untuk hendak memutuskan waktu mulai menanam serta memanen.

Karena itu orang Tionghoa bakal rayakan tahun baru Imlek pada musim semi, adalah kala musim panen datang. Sesaat tanggal hari libur Imlek tak kan berkelanjutan dalam kalender Indonesia (Barat) yg menurut mode solar (syamsiyah) .

Di Arab, menambahkan bulan ke-13 itu sudah sempat mengakibatkan kericuhan. Tahun kapan (tahun ini atau tahun kedepan) ditambahkan 1bulan itu tidak di sepakati oleh dua team yg tengah berperang. Sesaat ada empat bulan yg di sepakati tidak untuk bisa berperang. Karena itu turun ayat ke 36 Surat at-Taubah diatas, surat perang yg disaat membacanya gak disarankan membaca basmalah yang pasti kata “ar-rahman” kalau Allah merahmati semua manusia. 

Akan tetapi pengesahan 12 bulan saja yg menurut mode lunar di Arab itu tidak disertai dengan perubahan beberapa nama bulan, bahkan juga hingga periode pemerintahan Khalifah Umar bin Khottob yg menentukan Pindah Nabi ke Madinah jadi tahun ke-1. Konsisten ada nama bulan Rabiul Awal (musim gugur pertama) , Jumadil awal (musim dingin pertama) , Rajab (es mulai mencair) , dan sebagainya. Penamaan itu akhirya hanya nama.

Hikmahnya, bulan puasa Ramadhan di Arab atau belahan bumi Utara pun di tidaklah selamanya jatuh di permulaan musim panas seperti mula-mula. Pada saatnya Ramadhan bakal datang pada musim dingin (jumud/jumadil awal/akhir) . Demikian pula di belahan bumi selatan yg jauh dari garis khatulistiwa.

Di Jawa, Kesultanan Mataram menggabungkan mode penanggalan Islam (lunar) dengan mode Penanggalan Hindu, serta penanggalan Julian (Barat) sekaligus juga. Ada dua dua siklus hari : siklus mingguan yg terbagi dalam tujuh hari (Ahad hingga Sabtu) serta siklus minggu pancawara yg terbagi dalam lima hari bursa pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) . Sultan Agung ganti penanggalan Saka yg berbasiskan rotasi matahari dengan mode kalender lunar.
Artikel Terkait : kalender jawa

Angka tahun Saka konsisten diperlukan serta dilanjutkan, tidak memakai perhitungan dari tahun Hijriyah (kala itu 1035 H) . Orang Jawa memang senang dengan kesinambungan serta kombinasi, tahun 1547 Saka dilanjutkan jadi tahun 1547 Jawa.

Namun penanggalan bulan dipandang tidak cocok dengan pranoto mongso, ataukah tidak dapat djadikan patokan beberapa petani untuk bertanam. Karena itu pada saat Sri Paduka Mangkunegara IV, bulan-bulan musim atau bulan-bulan matahari diupload kembali jadi pranoto mongso atau pemberi tanda musim, yang pasti pada tahun 1855 M.

Mode kalender atau penanggalan didapat dengan melihat serta mengkalkulasi peredaran beberapa benda langit yg kelihatan dari atas bumi. Akan tetapi dia mesti bersangkutan masalah mahluk hidup di bumi : tanah (pertanian) , laut, serta saat ini semestinya bertambah ke masalah bawah tanah serta bawah laut dan hawa. Kalender bersangkutan dengan perkiraan serta perencanaan-perencanaan, atau kata orang, ramalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar